dari google image collection |
Dengan apa jalan ini ku beri tanda,
Sejak kuda ku tunggangi tak lagi berwarna.
Gubuk-gubuk lapuk tersinggahi tanpa jamuan,
Ladang Melur yang kau tunjuk,
menghilang dalam uzurnya zaman.
Kau pun tak bercerita,
Makna bendera di stiap jengkal pasir kita lalui.
Apatah lagi lantun nada kicauan Nuri pengiring pagi,
Tak dimengerti, tak pernah terdefinisi.
Berhentilah di sini sejenak,
Lihalah jalan ini berjejak, tapi tak bertanda.
Memang goresan luka di kaki mu sesekali masih tampak.
Harap ku Melati yang terselip di rambut mu,
Mengalihkan arah tuju sgenap cahaya.
Ku rasa kita terikat,
Terjerat dalam bentuk tak menentu.
Pun begitu kau masih saja meminjam cemburu ombak,
Saat Cemara kompak memberi restu.
Oh, lupakan warna, lupakan bendera,
mari berdendang sepanjang jalan masih tersisa.
Lorotkan penghalang, lepaskan penghadang,
Biarkan kita terbelai fana dalam anggunnya senja.
adakah yang kurang dari jalan kita?
Selain warna dan tanda.
(Dari Akang, 120412)